Diberdayakan oleh Blogger.
Sabtu, 24 September 2011
UUD 1945
Ini adalah untuk memenuhi Tugas yang diberikan oleh Dosen pengampu Simantik Web kepada kelompok kami.
List XML :
Download :
Ini adalah untuk memenuhi Tugas yang diberikan oleh Dosen pengampu Simantik Web kepada kelompok kami.
List XML :
<?xml version="1.0" encoding="UTF-8"?>
<!-- New document created with EditiX at Tue Sep 20 20:33:44 ICT 2011 -->
<uud45>
<student>
<nama>
ADI KURNIAWAN (09.01.53.0208)
</nama>
<nama>
AHMAD ARIF PAMUJI (09.01.53.0188)
</nama>
<nama>
ARHAM YULIAN PUTRA (09.01.53.0209)
</nama>
<progdi>
TEKNIK INFORMATIKA
</progdi>
</student>
<titel>
<center>
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
yang dipadukan dengan Perubahan 1,2,3,4
</center>
</titel>
<buka>
PEMBUKAAN
</buka>
<alenia1>
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
</alenia1>
<alenia2>
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
</alenia2>
<alenia3>
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
</alenia3>
<alenia4>
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
</alenia4>
<bab1>
BAB I
</bab1>
<judul1>
BENTUK DAN KEDAULATAN
</judul1>
<pasal1>
Pasal 1
</pasal1>
<isi>
<isi1>
1 Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik.
</isi1>
<isi2>
2 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
</isi2>
<isi3>
3 Negara Indonesia adalah negara hukum.
</isi3>
</isi>
<perubahan>
Perubahan III 9 November 2001, sebelumnya berbunyi :
<perubahan1>
(1) Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk
Republik.
</perubahan1>
<perubahan2>
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
</perubahan2>
</perubahan>
<bab2>
BAB 2
</bab2>
<judul2>
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
</judul2>
<pasal2>
Pasal 2
</pasal2>
<isi>
<isi1>
1 Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
</isi1>
<isi2>
2 Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibu kota Negara.
</isi2>
<isi3>
3 Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang
terbanyak
</isi3>
</isi>
<perubahan>
Perubahan IV 10 Agustus 2002, sebelumnya berbunyi :
<perubahan1>
(1) Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.
</perubahan1>
</perubahan>
<pasal3>
Pasal 3
</pasal3>
<isi>
<isi1>
1 Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
</isi1>
<isi2>
2 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
</isi2>
<isi3>
3 Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
</isi3>
</isi>
<perubahan>
Perubahan III 9 November 2001, sebelumnya berbunyi :
<perubahan1>
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang
Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan negara.
</perubahan1>
</perubahan>
<bab3>
BAB III
<judul>
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
</judul>
</bab3>
<pasal4>
Pasal 4
</pasal4>
<isi>
<isi1>
1 Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
</isi1>
<isi2>
2 Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
</isi2>
</isi>
<pasal5>
Pasal 5
</pasal5>
<isi>
<isi1>
1 Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
</isi1>
<isi2>
2 Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang
sebaga
imana mestinya
</isi2>.
</isi>
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
<perubahan1>
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
</perubahan1>
</perubahan>
<pasal6>
Pasal 6Pasal 6
</pasal6>
<isi>
<isi1>
1 Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagi Presiden dan
Wakil Presiden.
</isi1>
<isi2>
2 Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.
</isi2>
</isi>
<perubahan>
Perubahan III 9 November 2001, sebelumnya berbunyi :
<perubahan1>
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
</perubahan1>
<perubahan2>
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.
</perubahan2>
</perubahan>
<pasal6A>
Pasal 6A
</pasal6A>
<isi>
<isi1>
1 Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.
</isi1>
<isi2>
2 Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum.
</isi2>
<isi3>
3 Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
<perubahan>
* Perubahan III 9 November 2001
</perubahan>
</isi3>
<isi4>
4 Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
<perubahan>
* Perubahan IV 10 Agustus 2002
</perubahan>
</isi4>
<isi5>
5 Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.
<perubahan>
* Perubahan III 9 November 2001
</perubahan>
</isi5>
</isi>
<pasal7>
Pasal 7
</pasal7>
<isi>
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan.
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
</perubahan>
</isi>
<pasal7A>
Pasal 7 A
</pasal7A>
<isi>
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
<perubahan>
* Perubahan III 9 November 2001
</perubahan>
</isi>
<pasal7B>
Pasal 7 B
</pasal7B>
<isi>
<isi1>
1 Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan
terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
</isi1>
<isi2>
2 Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
</isi2>
<isi3>
3 Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi
hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
</isi3>
<isi4>
4 Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama
sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima
oleh Mahkamah Konstitusi.
</isi4>
<isi5>
5 Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
</isi5>
<isi6>
6 Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
<perubahan>
* Perubahan III 9 November 2001
</perubahan>
</isi6>
<isi7>
7 Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
<perubahan>
* Perubahan III November 2001
</perubahan>
</isi7>
</isi>
<pasal7C>
Pasal 7 C
</pasal7C>
<isi>
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat.
<perubahan>
* Perubahan III November 2001
</perubahan>
</isi>
<pasal8>
Pasal 8
</pasal8>
<isi>
<isi1>
1 Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya.
</isi1>
<isi2>
2 Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
<perubahan>
* Perubahan III November 2001
</perubahan>
</isi2>
<isi3>
3 Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi
berakhir masa jabatannya.
<perubahan>
* Perubahan IV 10 Agustus 2002, sebelumnya berbunyi :
Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden
sampai habis batas waktunya.
</perubahan>
</isi3>
</isi>
<Pasal9>
Pasal 9
</Pasal9>
<isi>
<isi1>
1 Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
<sumpah>
( sumpah presiden )
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa”.
</sumpah>
<sumpah>
(Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan bangsa”.
</sumpah>
</isi1>
<isi2>
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
</isi2>
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
berikut :
<perubahansumpah>
<sumpahpresiden>
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
</sumpahpresiden>
<janjipresiden>
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang
Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
</janjipresiden>
</perubahansumpah>
</perubahan>
</isi>
<pasal10>
<judul>
Pasal 10
</judul>
<isi>
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara.
</isi>
</pasal10>
<pasal11>
<judul>
Pasal 11
</judul>
<isi>
<isi1>
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
<perubahan>
Perubahan IV 10 Agustus 2002
</perubahan>
</isi1>
<isi2>
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
</isi2>
<isi3>
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
<perubahan>
Perubahan III November 2001, sebelumnya berbunyi :
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
</perubahan>
</isi3>
</isi>
</pasal11>
<pasal12><judul>
Pasal 12
</judul>
<isi>
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-undang.
</isi>
</pasal12>
<pasal13>
<judul>
Pasal 13
</judul>
<isi>
<isi1>
Presiden mengangkat Duta dan Konsul
</isi1>
<isi2>
Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
</isi2>
<isi3>
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
</isi3>
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
<pasal>
Pasal 13
<isi1>
Presiden mengangkat Duta dan Konsul.
</isi1>
<isi2>
Presiden menerima Duta negara lain.
</isi2>
</pasal>
</perubahan>
</isi>
</pasal13>
<pasal14>
<judul>
Pasal 14
</judul>
<isi>
Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.
</isi>
<isi1>
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.
</isi1>
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
<pasal>
Pasal 14
<isi>
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
</isi>
</pasal>
</perubahan>
</pasal14>
<pasal15>
<judul>
Pasal 15
</judul>
<isi>
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan Undang-undang.
</isi>
<perubahan>
Perubahan I 19 Oktober 1999, sebelumnya berbunyi :
<pasal>
Pasal 15
<isi>
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
</isi>
</pasal>
</perubahan>
</pasal15>
<pasal16>
<judul>
Pasal 16
</judul>
<isi>
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
</isi>
<perubahan>
Perubahan IV 10 Agustus 2002
</perubahan>
</pasal16>
</uud45>
Download :
UUD 45 RI (xml) 17.70KB
Terima Kasih
Labels:
tugas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Comment dan jangan lupa klik iklan jika artikelnya bermanfaat